Ku tulis kata ini dalam dengkuran jiwa
yang dikerumuni kegundahan...
saat tak ada lagi orang yang bisa memahami
dan peduli akan perasaan orang lain.
 
ku rangkai kata-kata ini di atas rasa heran
yang begitu dahaga akan jawaban.
kala orang senang melihat orang susah
di saat orang susah melihat orang senang.
tanpa rasa iba dan penuh bangga saling menertawakan...
Dan rendahkanlah dirimu terhadap kedua (orang tua) dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, ”Wahai Rabbku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku sewaktu kecil.” (QS al-Isra, 17:24)
Senin, 11 Oktober 2010
Rabu, 07 Juli 2010
PUISI "Untuk Mama di Taman Tuhan"
Mama adalah anugrah
bisa membuat anaknya sumringah...
Mama menjadi tempat surga
kasih sayangnya menghilangkan dahaga
tulus memberikan kasih sayang
kala orang lain merasa bosan..
Mama setia memberi pujian
walau di saat orang-orang memberi buah hatinya cacian
Mama... manusia tersempurna di antara anak adam
usapan cinta, baluran doa senantiasa terucap dalam malam
malam menjaga agar anaknya terjaga..
mama....
sayang semua itu aku dengar dari anak tetangga
dan teman sebangku di sekolahku....
Mama...
aku tak menyalahkanmu
atau mengutuk garis takdir-Nya
karena aku yakin walau alam memisahkan
Kau akan tetap memperhatikan tiap langkahku
menggiring aku ke jalan Tuhan
dan menasehatiku untuk menjauhi jalur setan..
Mama...
apa yang harus aku berikan
agar Kau tak kecewa tlah menukar hidupmu
untuk memberi kesempatan kepadaku menghirup alam fana ini???
hanya setetes doa yang aku lantunkan
itu pun di kala pikiranku dihinggapi masalah
saat rasa iri menggerogoti hatiku
ketika teman-teman sekolahku ditemani canda tawa
ibunya di halaman sekolah..
bisa membuat anaknya sumringah...
Mama menjadi tempat surga
kasih sayangnya menghilangkan dahaga
tulus memberikan kasih sayang
kala orang lain merasa bosan..
Mama setia memberi pujian
walau di saat orang-orang memberi buah hatinya cacian
Mama... manusia tersempurna di antara anak adam
usapan cinta, baluran doa senantiasa terucap dalam malam
malam menjaga agar anaknya terjaga..
mama....
sayang semua itu aku dengar dari anak tetangga
dan teman sebangku di sekolahku....
Mama...
aku tak menyalahkanmu
atau mengutuk garis takdir-Nya
karena aku yakin walau alam memisahkan
Kau akan tetap memperhatikan tiap langkahku
menggiring aku ke jalan Tuhan
dan menasehatiku untuk menjauhi jalur setan..
Mama...
apa yang harus aku berikan
agar Kau tak kecewa tlah menukar hidupmu
untuk memberi kesempatan kepadaku menghirup alam fana ini???
hanya setetes doa yang aku lantunkan
itu pun di kala pikiranku dihinggapi masalah
saat rasa iri menggerogoti hatiku
ketika teman-teman sekolahku ditemani canda tawa
ibunya di halaman sekolah..
Puisi "Elegi: Aku dalam Penyesalan yang Tak Bertepi"
andai semuanya kembali pada suatu masa yang terjebak dalam kelam.
inginku......
merangkai kembali serpihan sesal menjadi suatu tangkai pengampunan
harapku....
semuanya akan kembali dari awal
semua dosa mendapat grasi namun,
itu hanya asa yang tak pernah bisa kugapai..
kini semua sudah terlanjur sirna...
masa lalu penuh dengan antipati dari laku yang tak kusadari sampai sikap memalukan yang kujalani...
Andai masa itu kembali....
akan kurajut semua peristiwa dengan penuh pemikiran agar tak ada orang yang tersakiti..
sampai sekarang.............
aku tidak bisa tegap berdiri karena melangkah di atas puing-puing kesalahan...
sebuah novel menamparku kembali ketika aku hendak menerangi kegelapan
"Iblis berseragam Sekolah", suatu cerita yang tak jauh berbeda dari masa itu....
aku coba menghibur diri untuk melepas ikatan lara..
saat orang-orang bijak berbisik di telingaku "tak ada gading yang tak retak, and now try to build self eficacy..."""'
masa laluku adalah tangisanku yang akan terus menjeratku hingga aku mampu menebus semua laku tercela....
harapku...
akan mengakhiri semua cerita di masa lalu yang dipenuhi cahaya hedonis!!!!
maafku......
untuk orang yang mengasihi tapi tlah kusakiti..
dear God: berilah kekuatan saat aku merasa tak mampu menaklukan ujian-Mu....
inginku......
merangkai kembali serpihan sesal menjadi suatu tangkai pengampunan
harapku....
semuanya akan kembali dari awal
semua dosa mendapat grasi namun,
itu hanya asa yang tak pernah bisa kugapai..
kini semua sudah terlanjur sirna...
masa lalu penuh dengan antipati dari laku yang tak kusadari sampai sikap memalukan yang kujalani...
Andai masa itu kembali....
akan kurajut semua peristiwa dengan penuh pemikiran agar tak ada orang yang tersakiti..
sampai sekarang.............
aku tidak bisa tegap berdiri karena melangkah di atas puing-puing kesalahan...
sebuah novel menamparku kembali ketika aku hendak menerangi kegelapan
"Iblis berseragam Sekolah", suatu cerita yang tak jauh berbeda dari masa itu....
aku coba menghibur diri untuk melepas ikatan lara..
saat orang-orang bijak berbisik di telingaku "tak ada gading yang tak retak, and now try to build self eficacy..."""'
masa laluku adalah tangisanku yang akan terus menjeratku hingga aku mampu menebus semua laku tercela....
harapku...
akan mengakhiri semua cerita di masa lalu yang dipenuhi cahaya hedonis!!!!
maafku......
untuk orang yang mengasihi tapi tlah kusakiti..
dear God: berilah kekuatan saat aku merasa tak mampu menaklukan ujian-Mu....
TEKNIK BERPIDATO .. Cara Berbicara Di Depan Umum
Masalah grogi adalah masalah yang dialami oleh siapa saja yang sedang belajar bicara di depan publik (selanjutnya saya sebut bicara). Keterampilan ini adalah keterampilan proses, sebuah keterampilan yang tidak datang seketika. Artinya, bila ingin mengusainya diperlukan banyak berlatih dan berlatih.
Untuk mengupas masalah grogi dan cara mengatasinya saya akan menggunakan dua pendekatan. Pendekatan pertama saya menggunakan pendekatan neurologis yakni bagaimana pikiran kita mencerna “keberadaan publik” (audience); dan pendekatan kedua adalah pendekatan praktis yakni bagaimana kiat-kiat praktis menghadapi grogi. Setidaknya, dua pendekatan itu sudah saya praktikkan dalam hidup saya. Saya dulu yang pemalu luar biasa (bayangkan dulu saya tidak berani bilang “Kiri”pada saat naik bus/angkutan umum. Takut/malu kalau banyak orang yang nengok ke arah saya).
Baik, selanjutnya saya jelaskan pendekatan pertama, kenapa secara neurologis(syaraf otak) seseorang bisa menjadi grogi. Seseorang menjadi grogi atau bahkan sebaliknya menjadi senang bila di depan publik itu sangat tergantung bagaimana syaraf otak merespon atau menanggapi sesuatu yang berada di luar, yaitu –dalam hal ini– audience (publik). Perilaku (grogi, takut, senang dan lain-lain) merupakan hasil dari respon pikiran kita. Kalau kita merespon/menanggapi sesuatu di luar adalah sesuatuyang menakutkan, maka pikiran (syaraf) segera mengolahnya menjadi sebuah ketakutan. Sebaliknya, kalau kita meresponnya sesuatu yang menyenangkan, maka semua sel-sel dan jutaan syaraf segera mengolahnya menjadi hal yangmenyenangkan.
Lebih kongkritnya begini. Kalau Anda membayangkan jeruk nipis (sesuatu yangberada di luar Anda) terasa kecut, maka syaraf otak segera membayangkannya rasa kecut itu. Bahkan dengan hanya membayangkan saja air liur bisa keluar sebagai respon terhadapnya. Sebaliknya, kalau Anda membayangkan buah anggur yang segar, baru keluar dari kulkas, syaraf otak segera membayangkannya buah manis yang menyegarkan. Begitulah cara pikiran kita bekerja, atau meresponnya. Bila Anda menanggapinya dengan negatif maka pikiran bekerja dengan cara negatif, milyaran sel syaraf bekerja untuk memperkuat respon negatif Anda. Bila Anda meresponnya dengan cara positif, maka seluruh jaringan syaraf bekerja sekuat tenaga untuk memperkuat respon positif Anda.
Audience (publik) bukanlah buah jeruk nispis yang kecut atau buah angguryang manis menyegarkan. Audience adalah sesutau yang netral sifatnya.”Manis” dan “kecut”-nya, arau “menakutkan” (yang membuat Anda grogi) atau”menyenangkan” sangat tergantung bagaimana Anda meresponnya. Ketika Anda meresponnya sebagai seuatu yang “menakutkan” syaraf otak segera bekerja dengan cara yang negatif. Hasilnya mejadi negatif. Syaraf otak segera bekerja untuk menemukan sejumlah alasan negatif untuk meyakinkan bahwa audience itu “menakutkan”.
Alasan-alasan yang ditemukan oleh pikiran negatif berupa:
1) audience terlalu banyak dan banyak orang yang sudah pintar bicara, maka saya kurang pede; 2) audience akan meneriaki “huuuuuuu..?” bila saya salah;
3) audience akan mempergunjingkan saya bila saya salah;
4) saya akan malu bila apa yang saya sampaikan tidak menarik;
5) saya akan malu bila saya salah dalam bicara nanti dan;
6) masih banyak alasan negatif yang mengantarkan Anda menjadi semakin tidak percaya diri atau grogi. Hasilnya, keringat dingin keluar, gemetar, bicara tidak lancar dan salah-salah terus selama bicara. Pada saat seperti itu, pikiran sibuk memikirkan audience yang “menakutkan” ketimbang memimikirkan materi yang sedang di sampaikan.
Akan menjadi berbeda hasilnya bila Anda meresponnya secara positif. Pikran Anda akan segera mencarikan sejumlah alasan positif yang menguatkanAnda tampil lebih percaya diri. Anda akan tampil lebih percaya diri bila memandang audience sebagai:
1) sekelompok manusia yang sedang memberikan kesempatan baik pada Anda untuk bicara;
2) mereka tidak akan menghukum bila Anda keliru;
3) keliru dalam berlatih bicara adalah hal yang wajar yang dialami oleh setiap orang;
4) mereka juga belum tentu memiliki keberanian untuk bicara;
5) kalau pun ia diberi kesempatan bicara ia pasti melakukan kesalahanseperti Anda;
6) dalam sejarah belum ada audience yang “mencemooh” pembicara bila dalam menyampaikannya secara santun dan;
7) ini adalah kesempatan terbaik untuk berlatih bicara. Dengan kata lain, audiene bukan menjadi beban pikiran selama Anda bicara. Bila perlu Anda cuek-bebek (tapi sopan) selama bicara.
Ketika Anda telah mengusai audience dengan cara respon positif sepertitersebut di atas, pikiran Anda tinggal fokus pada materi. Perlu dicatat bahwa mengapa seorang pembicara grogi karena pikirannya selamabicara sibuk memikirkan audiencenya yang dianggap “menakutkan”. Menakutkan atau tidaknya sangat tergantung bagaimana pikiran kita “menafsirkannya”.Bila menafsirkannya sebagai hal yang tidak menakutkan, maka pikiran akan lancar, fokus pada topik, bicara pun lancar tanpa beban grogi.
Semua yang saya jelaskan di atas adalah mengunakan pendekatan neurologis. Selanjutnya saya menggunakan pendekatan praktis dalam mengatasi grogi. Sebelum saya memberikan tips bagaimana cara mengatsi grogi saat pidato perlu saya ingatkan kembali bahwa keterampilan bicara (pidato) adalah keterampilan proses. Tidak ada orang yang langsung menjadi ahli bicara. Semuanya diawali dari malu, gemetar dengan keringat dingin, grogi dan sejuta rasa lainnya. Jangankan bagi yang belum pernah pengalaman, seorang yang sudah pengalaman pun kadang- kadang masih dihinggapi rasa kurang pede dan grogi. Jadi kalau menuggu sampai tidak ada rasa grogi, dibutuhkan waktu dan jam terbang yang lama. Butuh proses.
Cara-cara berikut ini adalah cara praktis yang saya gunakan bagaimanamengatasi grogi.
1. Tingkatkan rasa percaya diri (pede). Kalau kita pede, keberanian meningkat, tetapi kalau belum apa-apa sudah takut dulu, rasa pede mengecil. Akibatnya sudah grogi dulu sebelum bicara. Untuk bisa meningkatkan rasa pede, coba sebelum Anda bicara, Anda membayangkan seorang tokoh pintar bicara yang menjadi idola Anda. Setelah membayangkan secara jelas, anggap saja dia merasuk dalam jiwa Anda yang membantu Anda pada saat bicara. Anggap saja dia yang bicara, tapi bukan Anda.
2. Berani bicara kapan dan dimana saja bila ada kesempatan tampil didepan umum. Jangan takut salah dan takut ditertawakan, bicara dan bicaralah.Kalau Anda tidak pernah mencobanya, maka tidak pernah punya pengalaman. Jangan berpikir, benar-salah, bagus-tidak, mutu-tidak, selama bicara. Pokoknya, Anda sedang uji nyali, berani atau tidak. Ketika Anda berani mencobanya, berarti nyali Anda hebat. Semakin sering Anda lakukan, semakin kuat nyalinya dan tidak takut lagi. Pokoknya Anda harus berani malu. 3. Mulailah dari kelompok kecil. Berlatihlah bicara pada kelompok-kelompok kecil dulu seperti karang taruna, kelompok belajar, pertemuan RT/RW. Bicaralah sebisanya dan jangan buang kesempatan. Yang seperti ini sudah saya lakukan, saya mulai dari kelompok belajar, panitia seminar, dan acara-acara pengajian. Lama-kelamaan saya biasa. Ingat Anda bisa karena biasa.
4. Tulis dulu sebagai persiapan. Sebelum bicara, alangkah baiknya ditulis dulu topik dan urutan penyampaiannya. Sebab, tanpa ditulis dulu, biasanya lupa saat bicara dan menjadikan materinya tidak runtut.
Ada dua cara dalam menulis, menulis lengkap kemudian tinggal membaca atau tulis pokok-pokonya saja. Bila Anda menulis lengkap akan sangat membantu Anda bicara, tetapi keburukannya membosankan. Apalagi intonasi bacanya jelek.Yang baik adalah pokok- pokok saja, kemudian Anda menguraiakannya saat bicara, tetapi keburukannya, Anda bisa lupa tentang datailnya.
5. Akan lebih baik kalau memiliki kebiasaan menulis. Menulis apa saja,cerita, artikel, surat atau catatan harian. Catatan harian akan sangatmembantu. Kenapa menulis? Karena dengan menulis adalah cara efektif untukmembuat sebuah “bangunan logika”, sebuah bangunan yang masuk akal. Bila Anda terbiasa menuliskan topik-topik yang masuk akal, maka akan membantu pada saat bicara. Tinggal memanggil ulang saja.
6. Perbanyak membaca. Orang bicara atau menulis, tidak lepas dari kegiatan membaca. Dengan banyak membaca menjadi banyak pengetetahuan yang dapat dijadikan acuan pada saat bicara atau menulis. Kebuntuan dalam bicara terjadi karena tidak saja grogi tetepi juga karena terbatasnya acuan(informasi) yang dimilikinya.
7. Janganlah menjadi pendiam saat ada diskusi atau debat. Bicaralah, jangan pikirkan Anda menang atau kalah dalam berdebat, tetapijadikannlah media debat menjadi media pembelajaran dalam mengasahketerampilan bicara. Juga, biasakanlah berdsiskusi, jangan hanya menjadi pendengar yang baik (diam saja) tapi Anda harus menjadi pembicara yang baik.
8. Rajin mengevaluasi diri sehabis bicara. Karena berbicara merupakan keterampilan proses, maka sebaiknya rajin mengevaluasi diri setiap saat sehabis bicara. Seringkali (pengalaman saya) saya merasa tidak puas dengan hasil akhir bicara. Selalu ada saja kekurangannya, banyak topik yang lupa tidak tersampaikan. Kekurangan ini harus menjadi catatan untuk tampil lebih baik pada kesempatan mendatang.
9. Komitmen untuk terus berlatih. Tiada sukses tanpa latihan terus menerus. Tiada juara tanpa banyak latihan. Tiada bicara tanpa grogi bila hanya tampil (berlatih) satu atau dua kali saja. Bicaralah saat adakesempatan bicara, karena keterampilan berbicara hanya dapat diperoleh dengan “berbicara” bukan dengan cara “belajar tentang”. Satu ons praktik bicara lebih baik dari pada satu ton teori berbicara. Selamat mencoba.
Untuk mengupas masalah grogi dan cara mengatasinya saya akan menggunakan dua pendekatan. Pendekatan pertama saya menggunakan pendekatan neurologis yakni bagaimana pikiran kita mencerna “keberadaan publik” (audience); dan pendekatan kedua adalah pendekatan praktis yakni bagaimana kiat-kiat praktis menghadapi grogi. Setidaknya, dua pendekatan itu sudah saya praktikkan dalam hidup saya. Saya dulu yang pemalu luar biasa (bayangkan dulu saya tidak berani bilang “Kiri”pada saat naik bus/angkutan umum. Takut/malu kalau banyak orang yang nengok ke arah saya).
Baik, selanjutnya saya jelaskan pendekatan pertama, kenapa secara neurologis(syaraf otak) seseorang bisa menjadi grogi. Seseorang menjadi grogi atau bahkan sebaliknya menjadi senang bila di depan publik itu sangat tergantung bagaimana syaraf otak merespon atau menanggapi sesuatu yang berada di luar, yaitu –dalam hal ini– audience (publik). Perilaku (grogi, takut, senang dan lain-lain) merupakan hasil dari respon pikiran kita. Kalau kita merespon/menanggapi sesuatu di luar adalah sesuatuyang menakutkan, maka pikiran (syaraf) segera mengolahnya menjadi sebuah ketakutan. Sebaliknya, kalau kita meresponnya sesuatu yang menyenangkan, maka semua sel-sel dan jutaan syaraf segera mengolahnya menjadi hal yangmenyenangkan.
Lebih kongkritnya begini. Kalau Anda membayangkan jeruk nipis (sesuatu yangberada di luar Anda) terasa kecut, maka syaraf otak segera membayangkannya rasa kecut itu. Bahkan dengan hanya membayangkan saja air liur bisa keluar sebagai respon terhadapnya. Sebaliknya, kalau Anda membayangkan buah anggur yang segar, baru keluar dari kulkas, syaraf otak segera membayangkannya buah manis yang menyegarkan. Begitulah cara pikiran kita bekerja, atau meresponnya. Bila Anda menanggapinya dengan negatif maka pikiran bekerja dengan cara negatif, milyaran sel syaraf bekerja untuk memperkuat respon negatif Anda. Bila Anda meresponnya dengan cara positif, maka seluruh jaringan syaraf bekerja sekuat tenaga untuk memperkuat respon positif Anda.
Audience (publik) bukanlah buah jeruk nispis yang kecut atau buah angguryang manis menyegarkan. Audience adalah sesutau yang netral sifatnya.”Manis” dan “kecut”-nya, arau “menakutkan” (yang membuat Anda grogi) atau”menyenangkan” sangat tergantung bagaimana Anda meresponnya. Ketika Anda meresponnya sebagai seuatu yang “menakutkan” syaraf otak segera bekerja dengan cara yang negatif. Hasilnya mejadi negatif. Syaraf otak segera bekerja untuk menemukan sejumlah alasan negatif untuk meyakinkan bahwa audience itu “menakutkan”.
Alasan-alasan yang ditemukan oleh pikiran negatif berupa:
1) audience terlalu banyak dan banyak orang yang sudah pintar bicara, maka saya kurang pede; 2) audience akan meneriaki “huuuuuuu..?” bila saya salah;
3) audience akan mempergunjingkan saya bila saya salah;
4) saya akan malu bila apa yang saya sampaikan tidak menarik;
5) saya akan malu bila saya salah dalam bicara nanti dan;
6) masih banyak alasan negatif yang mengantarkan Anda menjadi semakin tidak percaya diri atau grogi. Hasilnya, keringat dingin keluar, gemetar, bicara tidak lancar dan salah-salah terus selama bicara. Pada saat seperti itu, pikiran sibuk memikirkan audience yang “menakutkan” ketimbang memimikirkan materi yang sedang di sampaikan.
Akan menjadi berbeda hasilnya bila Anda meresponnya secara positif. Pikran Anda akan segera mencarikan sejumlah alasan positif yang menguatkanAnda tampil lebih percaya diri. Anda akan tampil lebih percaya diri bila memandang audience sebagai:
1) sekelompok manusia yang sedang memberikan kesempatan baik pada Anda untuk bicara;
2) mereka tidak akan menghukum bila Anda keliru;
3) keliru dalam berlatih bicara adalah hal yang wajar yang dialami oleh setiap orang;
4) mereka juga belum tentu memiliki keberanian untuk bicara;
5) kalau pun ia diberi kesempatan bicara ia pasti melakukan kesalahanseperti Anda;
6) dalam sejarah belum ada audience yang “mencemooh” pembicara bila dalam menyampaikannya secara santun dan;
7) ini adalah kesempatan terbaik untuk berlatih bicara. Dengan kata lain, audiene bukan menjadi beban pikiran selama Anda bicara. Bila perlu Anda cuek-bebek (tapi sopan) selama bicara.
Ketika Anda telah mengusai audience dengan cara respon positif sepertitersebut di atas, pikiran Anda tinggal fokus pada materi. Perlu dicatat bahwa mengapa seorang pembicara grogi karena pikirannya selamabicara sibuk memikirkan audiencenya yang dianggap “menakutkan”. Menakutkan atau tidaknya sangat tergantung bagaimana pikiran kita “menafsirkannya”.Bila menafsirkannya sebagai hal yang tidak menakutkan, maka pikiran akan lancar, fokus pada topik, bicara pun lancar tanpa beban grogi.
Semua yang saya jelaskan di atas adalah mengunakan pendekatan neurologis. Selanjutnya saya menggunakan pendekatan praktis dalam mengatasi grogi. Sebelum saya memberikan tips bagaimana cara mengatsi grogi saat pidato perlu saya ingatkan kembali bahwa keterampilan bicara (pidato) adalah keterampilan proses. Tidak ada orang yang langsung menjadi ahli bicara. Semuanya diawali dari malu, gemetar dengan keringat dingin, grogi dan sejuta rasa lainnya. Jangankan bagi yang belum pernah pengalaman, seorang yang sudah pengalaman pun kadang- kadang masih dihinggapi rasa kurang pede dan grogi. Jadi kalau menuggu sampai tidak ada rasa grogi, dibutuhkan waktu dan jam terbang yang lama. Butuh proses.
Cara-cara berikut ini adalah cara praktis yang saya gunakan bagaimanamengatasi grogi.
1. Tingkatkan rasa percaya diri (pede). Kalau kita pede, keberanian meningkat, tetapi kalau belum apa-apa sudah takut dulu, rasa pede mengecil. Akibatnya sudah grogi dulu sebelum bicara. Untuk bisa meningkatkan rasa pede, coba sebelum Anda bicara, Anda membayangkan seorang tokoh pintar bicara yang menjadi idola Anda. Setelah membayangkan secara jelas, anggap saja dia merasuk dalam jiwa Anda yang membantu Anda pada saat bicara. Anggap saja dia yang bicara, tapi bukan Anda.
2. Berani bicara kapan dan dimana saja bila ada kesempatan tampil didepan umum. Jangan takut salah dan takut ditertawakan, bicara dan bicaralah.Kalau Anda tidak pernah mencobanya, maka tidak pernah punya pengalaman. Jangan berpikir, benar-salah, bagus-tidak, mutu-tidak, selama bicara. Pokoknya, Anda sedang uji nyali, berani atau tidak. Ketika Anda berani mencobanya, berarti nyali Anda hebat. Semakin sering Anda lakukan, semakin kuat nyalinya dan tidak takut lagi. Pokoknya Anda harus berani malu. 3. Mulailah dari kelompok kecil. Berlatihlah bicara pada kelompok-kelompok kecil dulu seperti karang taruna, kelompok belajar, pertemuan RT/RW. Bicaralah sebisanya dan jangan buang kesempatan. Yang seperti ini sudah saya lakukan, saya mulai dari kelompok belajar, panitia seminar, dan acara-acara pengajian. Lama-kelamaan saya biasa. Ingat Anda bisa karena biasa.
4. Tulis dulu sebagai persiapan. Sebelum bicara, alangkah baiknya ditulis dulu topik dan urutan penyampaiannya. Sebab, tanpa ditulis dulu, biasanya lupa saat bicara dan menjadikan materinya tidak runtut.
Ada dua cara dalam menulis, menulis lengkap kemudian tinggal membaca atau tulis pokok-pokonya saja. Bila Anda menulis lengkap akan sangat membantu Anda bicara, tetapi keburukannya membosankan. Apalagi intonasi bacanya jelek.Yang baik adalah pokok- pokok saja, kemudian Anda menguraiakannya saat bicara, tetapi keburukannya, Anda bisa lupa tentang datailnya.
5. Akan lebih baik kalau memiliki kebiasaan menulis. Menulis apa saja,cerita, artikel, surat atau catatan harian. Catatan harian akan sangatmembantu. Kenapa menulis? Karena dengan menulis adalah cara efektif untukmembuat sebuah “bangunan logika”, sebuah bangunan yang masuk akal. Bila Anda terbiasa menuliskan topik-topik yang masuk akal, maka akan membantu pada saat bicara. Tinggal memanggil ulang saja.
6. Perbanyak membaca. Orang bicara atau menulis, tidak lepas dari kegiatan membaca. Dengan banyak membaca menjadi banyak pengetetahuan yang dapat dijadikan acuan pada saat bicara atau menulis. Kebuntuan dalam bicara terjadi karena tidak saja grogi tetepi juga karena terbatasnya acuan(informasi) yang dimilikinya.
7. Janganlah menjadi pendiam saat ada diskusi atau debat. Bicaralah, jangan pikirkan Anda menang atau kalah dalam berdebat, tetapijadikannlah media debat menjadi media pembelajaran dalam mengasahketerampilan bicara. Juga, biasakanlah berdsiskusi, jangan hanya menjadi pendengar yang baik (diam saja) tapi Anda harus menjadi pembicara yang baik.
8. Rajin mengevaluasi diri sehabis bicara. Karena berbicara merupakan keterampilan proses, maka sebaiknya rajin mengevaluasi diri setiap saat sehabis bicara. Seringkali (pengalaman saya) saya merasa tidak puas dengan hasil akhir bicara. Selalu ada saja kekurangannya, banyak topik yang lupa tidak tersampaikan. Kekurangan ini harus menjadi catatan untuk tampil lebih baik pada kesempatan mendatang.
9. Komitmen untuk terus berlatih. Tiada sukses tanpa latihan terus menerus. Tiada juara tanpa banyak latihan. Tiada bicara tanpa grogi bila hanya tampil (berlatih) satu atau dua kali saja. Bicaralah saat adakesempatan bicara, karena keterampilan berbicara hanya dapat diperoleh dengan “berbicara” bukan dengan cara “belajar tentang”. Satu ons praktik bicara lebih baik dari pada satu ton teori berbicara. Selamat mencoba.
CERPEN "May, Syukurilah"

Maya menghentikan pembicaraannya. Diamatinya seorang gadis seusianya berpenampilan high class turun dari Jazz biru metalik. Kemudian Maya menatap Zaki yang berada di hadapannya. Raut muka Zaki terlihat dipenuhi permasalahan. Maya tahu, kesulitannya saat ini sama persis dengan dirinya, perbedaannya Zaki lebih bijak dalam menghadapinya. Maya makin terdampar dalam lamunannya. Dia seolah ingin me-refresh masa lalunya.
***
“Maya, tunggu!” Terdengar suara setengah berteriak. “Maya, tolong bawa bawa obat ini!” Lelaki paruh baya itu dengan begitu sulitnya mengejar Maya di tengah terik matahari, sementara anak kecil dalam gendongannya menangis semakin keras.
“Zaki, ayo kita pulang sekarang!” Maya berusaha mengajak Zaki untuk meninggalkan tempat itu secepatnya. Dengan cepat mereka naik angkot. “Siapa Laki-laki itu, May?” Zaki bertanya dengan suara keras agar suaranya tidak tenggelam dalam derungan knalpot di sekitar terminal.
“Sudahlah, itu nggak penting. Yang penting sekarang kita harus cepat meninggalkan tempat ini.” ungkap Maya. Kesabaran Zaki mulai menyusut lalu setengah mengancam dia berkata, “Kalau kamu memang nggak mau ngejelasin semua ini, aku akan turun sekarang juga.”
“Please. apa yang harus aku jelasin, Zak?” Maya membuang mukanya dari tatapan Zaki yang dipenuhi rasa ingin tahu. “May, Sekali lagi aku ingin tahu siapa lelaki tak beralas kaki tadi? Kenapa kamu berusaha menghindar dari mereka?” Maya menghela nafas panjang. Pertanyaan itulah yang paling ditakutinya. “Zak, aku akan menceritakannya tapi nggak sekarang. Aku mohon tolong kamu ngerti.”
Mendadak laki-laki tadi turun dari delman sambil mengendong anak kecil mengagetkan Maya, “May, Ayah minta tolong bawa obat ini untuk Ibumu. Penyakitnya kambuh lagi, Nak.” Tanpa menunggu lama Maya berlari menghiraukan perkataan lelaki itu. Ia merasa sangat malu karena Zaki akhirnya tahu segalanya tanpa harus ia jelaskan.
***
Pintu kontrakan Zaki diketuk keras-keras. Daun pintunya seperti hendak lepas dari engselnya. Zaki cepat membukakan pintu dan melihat sesosok gadis yang penuh keputusasaan dengan tangis sesenggukan.
“Maya?” Zaki tidak tahu apa yang telah menimpanya tetapi dia tahu pasti sesuatu yang besar telah terjadi. Lalu Zaki mempersilahkannya duduk dan mengambil segelas air putih untuk gadis itu. “May, minum dulu supaya kamu lebih tenang!” kata Zaki sambil menyodorkan segelas air putih.
Dengan gemetar Maya menerimanya, “Makasih, Zak,” ucapnya dengan suara agak serak. Ia kemudian meletakkan gelas di meja triplek setelah meminumnya dua teguk. Zaki membiarkannya sampai ia tenang dan Maya terdiam dengan pandangan penuh kehampaan. Ia tak akan bercerita apa yang telah terjadi kalau saja Zaki tidak memaksanya.
***
“Ayah nggak pernah mengerti perasaan Maya!” suara Maya begitu menggelegar di rumah kardusnya. “Kamu atau Ayah yang egois, May?” balas Ayahnya dengan suara tak kalah menggelegar.
“Ayah! Coba ayah pikir selama ini Ayah selalu buat Maya malu. Maya selalu minder bergaul dengan teman-teman di sekolah karena ayah hanya seorang kusir delman.” Teriak Maya sambil menghapus air matanya yang perlahan semakin mengalir. “Ayah bisa cari jalan lain. Jalan yang Ayah tempuh sekarang ini salah!”
“Ayah paham, May. Tapi apa yang bisa ayah lakukan? Zaman sekarang ini susah sekali cari kerja apalagi Ayah hanya lulusan SD dan tidak punya modal untuk usaha.” Mata Pak Raif terlihat berkaca-kaca. “Dengar, May! Ayah tidak merampok, Ayah bukan koruptor, dan Ayah juga bukan seorang pengemis yang bisa buat kamu lebih malu. Ayah hanya kusir delman yang mencari uang supaya bisa membeli obat Ibu yang sudah sepuluh tahun digerogoti penyakit dan menyekolahkan kamu agar masa depan kamu jauh lebih baik daripada Ayah.” Pak Raif terbatuk-batuk karena nada bicaranya terlalu tinggi.
“Sekarang coba kamu lihat Ibumu, May!” Pak Raif menunjuk-nunjuk perempuan yang terkulai lemas tak berdaya. Pantaskah Ayah pasrah saja dan membiarkan masa depan kamu hancur, hem?”
***
Zaki menatap Maya dengan penuh keibaan. Maya sesenggukan, setelah menyelesaikan ceritanya. Zaki menepuk-nepuk bahunya coba menenangkan. “Seberapa pahit kenyataan hidup yang telah ditakdirkan-Nya, kita harus tetap menjalaninya dengan penuh keikhlasan walaupun terkadang hal itu terlalu berat dijalani. Seorang kusir delman lebih baik daripada seorang penjudi dan pemabuk, May!”
Maya semakin hanyut dalam tangisannya karena menyesali semua sikapnya selama ini. “Hari hampir menjelang Magrib, May. Sekarang kamu harus pulang dan lekas meminta maaf kepada Ayahmu!” kelenggaman kian mengundang hari menuju malam. Suara Jangkrik, Katak hijau, dan binatang malam lainnya saling bersahutan. Tiba-tiba seorang lelaki yang mulutnya bau alkohol dengan langkah sempoyongan membanting pintu, lalu memaki-maki Zaki yang sedang mencoba memapahnya.
Maya terkejut begitu melihat wajah lelaki itu adalah orang yang ada difoto bersama Zaki. Lelaki itu adalah orang yang Zaki sebut Ayah saat dulu dia memberikan foto itu kepada Maya.
Langganan:
Komentar (Atom)