Senin, 05 Maret 2012

Tergadai Garis Darah

Setelah garis darah melucuti perasaan.. Aku sudah terbangun, Bahkan mampu berlari dari kenangan, Semua perasaan itu sudah aku timbun Di bawah dinginnya salju Rusia Dalam dasar kutub utara, Garis darahmu yang telah menelanjangi semuanya, Bukan salahku apabila kau masih merangkak di atas puing-puing Kenangan itu, kita hanya menuliskan harapan di atas kolam.. sekarang, Kau tak usah duduk (lagi) di depan pelataran hati Datang seolah prajurit perang yang pulang layaknya pecundang Semua rasaku lenyap Bersamaan abu dan asap dari cinta yg pernah kita pajang Saat matahari melolong kini, di bawah surya yang mengeringkan karang Aku berselonjor di bibir pantai Menonton ombak-ombak menari menyapukan cerita kita yang Masih tersangkut di selaput karang Tanpamu, air laut tetap asin dan langit tetap menyala walau terkadang mendung

Dara Hatiku Karam

Kuletakkan rasa rindu di depan pelataran hatimu.... lalu, aku nyalakan bulan di atas atap rumahmu, Dan memintanya menjagamu,saat kau tengah asik dalam bunga tidur... esok, kala bulan menelur dan dedaunan berkeringat sunyi Aku tetap tersadar, setengah keping hatimu sudah diikat cincin lelaki lain tak apa, senyummu menjadi pelipur lara walau hatiku karam sebelum sampai di dermaga cintamu. Dara, saat kau terbangun,aku ingin tertidur.

Pelafal Rindu

Sepertiga malam membuat pori-pori membeku Riak air menemaniku tertegun di depan jendela kamar, langit membuat bintang pulang lebih awal Dan bulan pun tertidur galau Suara-suara halilintar yang berkejaran tak kunjung menjernihkan lamunan Bayangmu kian riang bermain di pojok mata berlari masuk mengitari perasaan Lalu, sesekali terhentak di persimpangan Jalan Ada apa, Ra? saat otakku dipenuhi senyummu potret kita tengah berurai air mata kini, aku lelah menari dengan bayangmu saat adzan awal berkumandang aku ingin pulang membungkus hati dengan kafan agar esok, bulan datang terang

Sabtu, 23 Juli 2011

TEKNIK MENULIS CERPEN (aldon samosir )

MENULIS CERITA PENDEK (Bagian Pertama)

Siapa yang tidak bangga jika cerpennya dimuat di majalah Kawanku, Gadis, Hai, atau mungkin di surat kabar Kedaulatan Rakyat, Kompas? Kiranya tidak ada yang tidak senang. Ada beberapa keuntungan yang diperoleh mulai dari diberi ucapan selamat dari teman-temannya, diberi predikat baru sebagai “sastrawan”, mendapat honorarium, dan mungkin guru Bahasa Indonesianya memberikan “bonus” nilai.

Kemampuan menulis karya sastra pada satu sisi diyakini sebagai sebuah bakat yang nota bene dibawa seseorang sejak lahir, namun pada sisi lain diyakini sebagai sebuah hasil belajar. Dari berbagai sharing pengalaman dari orang-orang yang sudah menghasilkan karya sastra, sebagian besar di antaranya mengatakan bahwa kemampuan mereka lebih banyak ditentukan oleh latihan, latihan, dan latihan. Kalau dibuat perbandingan, factor bakat hanya memberikan kontribusi 10-15%, sedangkan selebihnya adalah factor belajar dan latihan. Tuntutan yang diberikan oleh kurikulum untuk siswa SMA sebenarnya tidak terlalu tinggi. Namun, tidak ada salahnya jika kemampuan menulis cerpen yang akan dipelajari ini dapat memberikan bekal hidup di kelak kemudian hari. Artinya, siapa tahu dengan sungguh-sungguh belajar menulis cerpen, ketika menempuh pendidikan di perguruan tinggi, para siswi dapat ”nyambi” mencari uang saku melalui cerpen. Di sela-sela kuliah mereka dapat menghasilkan cerpen yang kemudian dikirim ke media massa, dan kalau dimuat akan mendapat uang saku. Dengan demikian, generasi muda ini tidak seratur persen bergantung pada orangtua mereka. Dengan kemandirian finansial seperti itu proses hidup sebagai ”parasit” bagi orang lain dapat sesegera mungkin diakhiri.

BEBERAPA HAL KUNCI DALAM MENULIS CERPEN

Peristiwa, Tokoh, Konflik

Narasi adalah cerita. Cerita didasarkan pada urutan kejadian atau peristiwa. Dalam kejadian-kejadian tersebut terdapat tokoh. Tokoh-tokoh tersebut menghadapi serangkaian konflik atau pertikaian. Tiga hal tersebutlah (urutan peristiwa, tokoh, dan konflik) yang merupakan unsur pokok sebuh narasi. Kesatuan dari urutan peristiwa, tokoh, dan konflik itulah yang sering disebut alur atau plot. arasi bisa berupa fakta, bisa pula berupa fiksi atau rekaan. Narasi yang berisi fakta antara lain biografi (riwayat hidup seseorang), otobiografi (riwayat hidup seseorang yang ditulisnya sendiri. Narasi yang berisi fiksi atau rekaan antara lain novel, cerita pendek, cerita bersambung, atau cerita bergambar. Plot atau alur dalam sebua narasi dapat berupa alur tunggal, dapat pula terdiri dari alur utama dan beberapa buah alur tambahan atau sub-plot.

Latar dan Warna

Alur cerita (kejadian, konflik, dan tokoh) tentu saja tidak terjadi dari kekosongan (vacuum). Pasti peristira tersebut terjadi pada waktu tertentu dan di tempat tertentu. Maka alur terikat pada latar waktu dan latar tempat. Latar tempat dan latar waktu membutuhkan kekhususan dan ketajaman deskripsi yang menunjukkan pada pembaca bahwa waktu dan tempat kejadian tersebut benar-bena khas sehingga cerita tidak daat dipindahkan secara sembarangan karena kekhasan tersebut memberikan nilai tertentu. Inilah yang disebut sebagai warna lokal dalam cerita. Warna lokal ini diciptakan dengan memberikan deskripsi yang teliti tentang lokasi, benda-benda, tokoh-tokoh serta kebiasaan-kebiasaan setempat, dialog tokoh-tokohnya yang mengandung dialek-dialek tertentu

Kerangka (Kisi-kisi Alur)

Kerangka atau kisi-kisi alur sangat penting untuk dibuat sebelum kita menulis cerpen. Kisi-kisi alur ini digunakan untk menjaga agar dalam cerita yang akan kita buat tidak terjadi anakronisme, yaitu peristiwa yang salah waktu dan tempatnya. Di samping itu, kisi-kisi ini juga berguna untuk mempertahankan cerita agar dalam pengembangannya cerita tetap terfokus pada konflik yang direncanakan, tidak melantur ke mana-mana. Posisi ”Kita”Dalam sebuah narase tentu saja ada yang bercerita, yang menceritakan kepada kita apa saja yang terjadi. De fakto yang bercerita adalah penulis cerita itu. Penulis cerita dalam bercerita dapat mengambil posisi sebagai orang di luar cerita yang menceritakan segala sesuatu yang dilihat dan didengarnya. Atau, bisa pula penulis mengambil posisi seolah-olah ia berada di dalam cerita tersebut. Ia ikut menjadi salahsatu tokoh dalam cerita yang dibuatnya itu.Pengambilan posisi diri ini sangat mempengaruhi cerita yang akan dibuatnya. Maka, diperlukan pertimbangan matang untuk memilih gaya pertama, atau gaya kedua sehingga nantinya terdapat konsistensi dalam bercerita.

Percakapan (Dialog)

Sebenarnya tidak ada aturan baku yang mengatur seberapa besar porsi dialog dalam sebuah cerita. Artinya, boleh saja sebuah cerpen sejak awal sampai akhir isinya dialog antartokoh. Porsi deskripsi latar dan peristiwanya dibuat seminimal mungkin. Namun, boleh juga sebuah cerpen hanya terdiri dari deskripsi semua, tidak ada dialog sama sekali.Hanya, rasa-rasanya akan menjadi cerpen yang tidak enak dibaca ketika tidak terdapat keseimbangan antara dialog dan deskripsi latar.

LATIHAN MENULIS CERPEN

Latihan Menciptakan Tokoh

Saya ingin menciptakan sebuah cerpen yang menggambarkan pertentangan budaya antara budaya Batak, budaya Bali, dan budaya Jawa.

Buatlah nama-nama tokoh (minimal 2 tokoh sentral, ada tokoh andalan, dan ada beberapa tokoh lain) beserta penjelasan mengenai latar belakang kehidupan dan perwatakannya.
Buatlah rencana tempat kejadian dari cerita yang akan Anda buat beserta waktunya!
Buatlah pokok-pokok kejadian yang menggambarkan perkembangan konflik dari cerita yang akan Anda buat!

Rabu, 15 Juni 2011

KOSAKATA BERSAING DALAM BAHASA INDONESIA

Oleh: Cecep Dudung Julianto
Bahasa mempunyai peranan penting dalam proses berpikir seseorang. Dalam kegiatan berbahasa, kosakata mempunyai peranan menjelaskan pengertian, menyampaikan ide, konsep, serta gagasan. Fungsi kosakata dalam sebuah teks atau karangan sangat besar. Secara khusus, Johnson and Pearson (1987) mengemukakan bahwa kosakata menjadi simbol ringkasan untuk semua konsep yang dapat memungkinkan seseorang untuk mengemukakan makna yang banyak dalam ruang dan waktu yang singkat.
Melalui kosakata, seseorang dapat memperoleh keterampilan berbicara dan menulis. Pemerolahan kosakata dapat dilakukan melalui kegiatan menyimak dan membaca. Sumber pengembangan kosakata bahasa Indonesia terdiri atas tiga kelompok, yaitu bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing. Dalam tulisan ini, penulis akan mengkaji pengembangan kosakata yang berasal dari bahasa asing. Proses penyerapan bahasa asing selama ini dilakukan melalui penerjemahan ke dalam kosakata bahasa Indonesia. Penyerapannya dilakukan melalui penyesuaian ejaan, lafal, ataupun tanpa perubahan. Kecenderungan penyerapan kosakata bahasa asing dilakukan karena ketidaktersediaan kosakata padanan bahasa Indonesia terutama dalam bidang ilmu dan teknologi.
Namun, penyerapan kosakata dari bahasa asing tidak jarang menimbulkan kesalahan pemakaian bentuk bahasa baku. Beberapa kata yang sering kali tertukar adalah kata yang menggunakan fonem ‘e’ dan ‘i’. untuk membuktikan pernyataan ini, coba pilih manakah kata yang baku dari ketiga kata berikut ini. Pertama, apakah ‘resiko’ atau ‘risiko’? Kedua, ‘praktek’ atau ‘praktik’? Ketiga, ‘apotek’ atau ‘apotik’? Untuk mengetahui jawabannya, penulis akan membahas secara terperinci dari setiap kata tersebut.

1. Resiko atau Risiko?
Apabila beranggapan bahwa kata ‘resiko’ adalah jawaban yang benar, Anda keliru dan termasuk sebagian besar masyarakat Indonesia. Bahkan dalam sebuah surat kabar nasional terkemuka, penulis sering menemukan kesalahan tersebut. Selain itu, Anda tidak akan pernah menemukan makna kata ‘resiko’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
Secara etimologi, ‘risiko’ berasal dari bahasa Inggris ‘risk’ yang berarti akibat atau efek. Pengucapan kata tersebut dalam bahasa Inggris dilafalkan ‘risk’ bukan ‘rest’. Dalam bahasa Indonesia, ‘Risiko’ termasuk kategori kata benda. Selanjutnya, menurut KBBI, risiko adalah akibat yang kurang menyenangkan (merugikan atau membahayakan) dari suatu perbuatan atau tindakan. Contoh dalam kalimat seperti “Dia berani menanggung risiko dari perbuatannya itu.”
2. Praktek atau Praktik?
Kata “Praktek” tampaknya merupakan salah satu kata yang sering digunakan dalam banyak ragam. Kita mengenal malpraktek, kerja praktek, dan praktek dokter. Kata “Praktek” merupakan kata serapan yang tidak baku dan menyalahi pedoman pembentukan istilah. Kata ‘praktik’ (kata serapan yang baku) berasal dari bahasa Inggris ‘practice’ dan bahasa Belanda ‘praktisch’ yang berarti percobaan.
Akhiran -ic dalam bahasa Inggris atau -isch dalam bahasa Belanda, disesuaikan menjadi -ik dalam bahasa Indonesia. Praktik adalah serapan yang tepat, sehingga kata yang tepat adalah malpraktik, kerja praktik, dan praktik dokter. Namun demikian, kata ‘praktek’ lebih sering digunakan daripada ‘praktik’. Dari kata praktik, diturunkan menjadi kata praktikan (orang yang sedang melakukan praktik) dan praktikum (kegiatan yang terkait dengan praktik atau percobaan).


3. Apotek atau Apotik?
Setelah membaca hasil pembahasan kata ‘praktik’ di atas, manakah kata yang baku, ‘apotek’ atau ‘apotik’? Apabila jawaban Anda adalah apotik, maka Anda sudah terkecoh. ‘Apotek’ adalah kata serapan yang benar. Mengapa demikian? Hal itu disebabkan kata ‘apotek’ bukan berasal dari bahasa Inggris, melainkan berasal dari bahasa Belanda, yaitu ‘apotheek’. Dalam bahasa Inggris apotik adalah pharmacy store. Aturan dalam penyerapan kosakata dari istilah asik menyebutkan bahwa akhiran –eek dari bahasa Belanda ditulis menjadi –ek dalam bahasa Indonesia. Dari kata apotek lahir kata turunan ‘apoteker’ yaitu Orang yang mengurusi apotek.
Berdasarkan hasil pembahasan dari beberapa kata di atas, penulis dapat simpulkan bahwa kata serapan yang berasal dari bahasa asing yang baku adalah risiko, praktik, dan apotek, bukan resiko, praktek, atau apotik. Mari kita mulai mempraktikkan penggunaan kata yang sesuai dengan Ejaan yang Disempurnakan agar kekeliruan atau ‘kesalahan yang membatu’ ini tidak terwariskan kepada generasi-generasi penerus bangsa karena bagaimanapun baiknya mutu daya ungkap bahasa Indonesia tanpa diimbangi dengan peningkatan mutu penggunaannya tidak akan membawa banyak perubahan.

Daftar Pustaka

Jumariam, Meity T. Qodratillah. Peny. 1995a. Pedoman Pengindonesiaan Nama dan
Kata Asing. Jakarta; Balai Pustaka.

————————– l995b. Senarai Kata Serapan dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Kridalaksana, Harimurti. 2000. “Kata: Pemekaran Konsep, Pengembangan Makna“. dalarn Hasan Alwi, Dendy Sugono, dan A. Rozak Zaidan. Peny. Bahasa Indonesia dalam Era Globalisasi: Pemantapan Peran Bahasa sebagai Sarana Pembangunan Bangsa. Jakarta; Pusat Bahasa.

Martinus, Surawan. Kamus Kata Serapan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Sugiono, Dendy. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Sabtu, 12 Maret 2011

MURAM

hamparan lazuardi tertunduk pilu
sehingga gemercik hujan membuat gundah gulana,
kerisauan ini yg telah lama tidak datang
mungkin sekarang dia sedang merindukanku
hingga dia bersedia menemani hatiku
terlalu lama dia berdiam diri hingga aku harus mengusirnya
namun tetap saja dia enggan pulang
semoga setelah dedauan menetaskan embun
...dia berkenan pergi
membiarkan hati dalam keadaan semula
tanpa resah,
tiada gelisah.

Senin, 11 Oktober 2010

SEMU

Ku tulis kata ini dalam dengkuran jiwa

yang dikerumuni kegundahan...

saat tak ada lagi orang yang bisa memahami

dan peduli akan perasaan orang lain.



ku rangkai kata-kata ini di atas rasa heran

yang begitu dahaga akan jawaban.

kala orang senang melihat orang susah

di saat orang susah melihat orang senang.

tanpa rasa iba dan penuh bangga saling menertawakan...